Sabtu, 13 Oktober 2012

Transmisi budaya dan biologis serta awal perkembangan dan pengasuhan

TRANSMISI BUDAYA
Awal Perkembangan dan Pengasuhan Transmisi budaya dapat terjadi sesuai dengan awal pengembangan dan pengasuhan yang terjadi pada masing-masing individu. Dimana proses seperti enkulturasi, sosialisasi ataupun akulturasi yang mempengaruhi perkembangan psikologis individu tergantung bagaimana individu mendapat pengasuhan dan bagaimana lingkungan yang diterimanya.

Bentuk – bentuk Transmisi Budaya
1. Enkulturasi adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari insttitusi keluarga terutama tokoh ibu. Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur.

2. Akulturasi 
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur kebudayan asing itu lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnnya kebudayaan itu sendiri. pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. sebaliknya generasi tua dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur baru. hal ini disebabkan karena norma-norama yang tradisional sudah mendarah daging dan menjiwai. suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi selalu adakelomok individu-individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi . proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi antara unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri.

3. Sosialisasi 
Sosialisasi proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. 
Menurut Charles H Cooley menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Konsep Diri seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seseorang merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita. 
Seseorang membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Budaya
Budaya sebagai jejak laku manusia, yang diperoleh melalui hasil pembelajaran lengkap dengan unsur bahasa yang menjadi landasannya, sangat terikat dengan apa yang kita namakan ruang-waktu. Dalam ruang, budaya menjelma tradisi. Diikuti oleh turunannya yang kemudian masuk pada wilayah normatif dan relatif. Budaya yang sarat dengan tatanan norma kemasyarakatan, meski terkena hukum etiket. Relatif adanya. Karena hampir di setiap kebudayaan manusia, terdapat patokan yang berbeda untuk menjustifikasi sebuah tindakan budaya apakah beretika atau tidak.

Budaya nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, aturan-aturan dan norma-norma yang melingkupi suatu kelompok masyarakat akan mempengaruhi sikap dan tindakan individu dalam masyarakat tersebut. Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam. Misalnya dalam suatu masyarakat ada aturan mengenai bagaimana melakukan pernikahan sehingga laki-laki dan perempuan dapat disahkan sebagai suami istri. Ketika anggota masyarakat akan menikah, maka proses yang dilalui oleh anggota masyarakat itu akan cenderung sama dengan anggota masyarakat yang lainnya.

Setiap kelompok masyarakat tertentu akan mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani kehidupannya dengan sekelompok masyarakat yang lainnya. Cara-cara menjalani kehidupan sekelompok masyarakat dapat didefinisikan sebagai budaya masyarakat tersebut. Satu definisi klasik mengenai budaya adalah sebagai berikut: “budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu (Wallendorf & Reilly dalam Mowen: 1995)”.

Definisi di atas menunjukkan bahwa budaya merupakan cara menjalani hidup dari suatu masyarakat yang ditransmisikan pada anggota masyarakatnya dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transmisi dari generasi ke generasi tersebut dalam perjalanannya mengalami berbagai proses distorsi dan penetrasi budaya lain. Hal ini dimungkinkan karena informasi dan mobilitas anggota suatu masyarakat dengan anggota masyarakat yang lainnya mengalir tanpa hambatan.

Interaksi antar anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budayanya semakin intens. Oleh karena itu, dalam proses transmisi budaya dari generasi ke generasi, proses adaptasi budaya lain sangat dimungkinkan. Misalnya proses difusi budaya populer di Indonesia terjadi sepanjang waktu. Kita bisa melihat bagaimana remaja-remaja di Indonesia meniru dan menjalani budaya populer dari negara-negara Barat, sehingga budaya Indonesia sudah tidak lagi dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku. Proses seperti inilah yang disebut bahwa budaya mengalami adaptasi dan penetrasi budaya lain. Dalam hal-hal tertentu adaptasi budaya membawa kebaikan, tetapi di sisi lain proses adaptasi budaya luar menunjukkan adanya rasa tidak percaya diri dari anggota masyarakat terhadap budaya sendiri.

Agar budaya terus berkembang, proses adaptasi seperti dijelaskan di atas terus perlu dilakukan. Paradigma yang berkembang adalah bahwa budaya itu dinamis dan dapat merupakan hasil proses belajar, sehingga budaya suatu masyarakat tidak hadir dengan sendirinya. Proses belajar dan mempelajari budaya sendiri dalam suatu masyarakat disebut enkulturasi (enculturati). Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya sebuah masyarakat yang cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dan cenderung mempertahankan budaya lama yang sudah tidak relevan lagi disebut sebagai akulturasi.

Budaya yang ada dalam sekelompok masyarakat merupakan seperangkat aturan dan cara-cara hidup. Dengan adanya aturan dan cara hidup/ anggota dituntun untuk menjalani kehidupan yang serasi. Masyarakat diperkenalkan pada adanya baik-buruk, benar-salah dan adanya harapan-harapan hidup. Dengan aturan seperti itu orang akan mempunyai pijakan bersikap dan bertindak. Jika tindakan yang dilakukan memenuhi aturan yang telah digariskan, maka akan timbul perasaan puas di dirinya dalam menjalani kehidupan. Rasa bahagia akan juga dirasakan oleh anggota masyarakat jika dia mampu memenuhi persyaratan-persyaratan sosialnya. Orang akan sangat bahagia jika mampu bertindak baik menurut aturan budayanya. Oleh karena itu, budaya merupakan sarana untuk memuaskan kebutuhan anggota masyarakatnya.

Proses Pembudayaan
Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk pewarisan tradisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya dan adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya tersebut sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi. Kedua proses tersebut berujung pada pembentukan budaya dalam suatu komunitas. Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau budaya suatu wilayah.

Proses pembudayaan enkulturasi dilakukan oleh orang tua atau orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga biasanya diturunkan kepada generasi berikutnya melalui proses enkulturasi. Dalam proses ini, seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil, awalnya dari orang dalam lingkungan keluarga lalu dari teman-teman bermain.

Sementara itu, proses akulturasi biasanya terjadi secara formal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu, diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian orang tersebut mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru pindah ke tempat baru, maka ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan kebiasaan dari masyarakat ditempat baru tersebut, lalu ia akan berbahasa dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat itu. Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pendidikan juga dipandang sebagai alat untuk perubahan budaya. Proses pembelajaran di sekolah merupakan proses pembudayaan yang formal (proses akulturasi). Proses akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya tetapi juga perubahan budaya. Sebagaimana diketahui, pendidkan menyebabkan terjadinya beragam perubahan dalam bidang sosial, budaya, ekonomi. politik, dan agama. Namun, pada saat yang bersamaan, pendidikan juga merupakan alat untuk konservasi budaya-transmisi, adopsi, dan pelestarian budaya. Mengingat besarnya peran pendidikan dalam proses akulturasi maka pendidikan menjadi sarana utama pengenalan budaya baru yang kemudian akan diadopsi oleh sekelompok siswa dan kemudian dikembangkan serta dilestarikan. Budaya baru tersebut sangat beragam, mulai dari budaya yang dibawa oleh masing-masing peserta didik dan masing-masing bidang ilmu yang berasal bukan dari budaya setempat, budaya guru yang mengajar, budaya sekolah, dan lain-lain.

Berikut ini adalah beberapa sifat-sifat budaya belajar, yaitu:
  1. Budaya belajar dimiliki bersama. Sifat budaya belajar yang melekat dalam kebudayaan diciptakan oleh kelompok manusia secara bersama. Kerana terlahir dari potensi yang dimilki manusia, maka budaya belajar kelompok itu merupakan suatu karya yang dimilki bersama. Bermacam-macam jenis kebudayaan tergantung dari pengkategorianya. Seorang individu akan menjadi pendukung budaya belajar yang bersumber dari latar belakang etnis, sekaligus menjadi pendukung budaya belajar masyarakat yang didiaminya.
  2. Budaya belajar cenderung bertahan dan berubah. Karena dimiliki bersama, maka kebudayaan cenderung akan dipertahankan bersama (masyarakat tertutup/statis).namun disisi yang lain karena hasil kesepakatan untuk diciptakan dan dimiliki bersama, maka kebudayaan akan dirubah jika terdapat kesepakatan untuk melakukannya secara bersamaan (masyarakat terbuka/dinamis). Sifat bertahan dan berubah saling berjelintangan tergantung dari kesepakatan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Dalam kenyataannya tidak ada suatu kebudayaan masyarakat dunia yang selamanya bertahan atau tutup atau selamanya terbuka atau berubah. Umumnya budaya belajar capat atau lambat mengalami perubahan selain pertahanan, namun yang harus dicatat adalah adanya perbedaan pada level individu atau kelompok sosial dalam lamanya bertahan atau cepatnya berubah. Pada batas-batas tertentu jenis budaya akan mencerminkan dalam sifat budaya belajar yang cenderung terbuka ataupun sebaliknya yaitu cenderung tertutup. Sifat budaya belajar terwujud dalam bentuk terbuka atau tertutup dipengaruhi oleh materi pembelajaran apa yang dipandang penting. Materi belajar yang tidak relevan dan dibutuhkan memungkinkan akan tidak mengembangkan budaya belajar terbuka demikian sebaliknya.
  3. Fungsi budaya belajar untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan diciptakan bersama dan dikembangkan bersama karena dipercayai akan berdaya guna untuk keperluan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara individu maupun kolektif. Demikian dengan budaya belajar yang diciptakan dan dikembangkan oleh manusia dengan maksud sebagai sarana bagi pencapaian tujuan hidupnya. Yakni memenuhi kebutuhan hidup pada hari dan masa yang akan datang. Ada tiga dasar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia bengan budaya belajarnya, yakni :
    1. Syarat dasar alamiah yakni syarat pemenuhan kebutuhan biologis.
    2. Syarat kejiwaan atau psikologis yakni syarat kebutuhan untuk sehat secara kejiwaan.
    3. Kebutuhan dasar sosial yakni kebutuhan untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan sesama manusia.
    4. Budaya belajar diperoleh melalui proses belajar. Budaya belajar bukanlah sesuatu yang diturunkan secara genetik yang bersifat herediter, melainkan dihasilkan melalui proses belajar oleh individu kelompok sosial dilingkunganya. budaya belajar adalah produk ciptaan manusia yang bersifat khas yang dibentuk melalui lingkungan budaya. Faktor yang menentukan dalam mempelajari kebudayaan belajar adalah lewat komunikasi dengan simbol bahasa. Bagaimanpun sederhanannya suatu kebudayaan masyarakat, individu atau kelompok sosial pendukungnya masih bisa berkomunikasi dengan bahasa ciptaannya. Semakin maju suatu budaya belajar, maka struktur komunikasi berbahasa memperlihatkan kompleksitasnya. Dalam budaya belajar, peranan bahsa menjadi alat yang kehadirannya sangat diperlukan dalam pewarisan budaya.
Wujud budaya belajar dalam kehidupan dapat dilihat pada dua kategori bentuk. Pertama,   perwujudan budaya belajar yang bersifat abstrak. Kedua, perwujudan budaya yang bersifat kongkrit. Perwujudan budaya yang bersifat abstrak adalah konsekuensi dari cara pandang budaya belajar sebagai sistem pengetahuan yang diyakini oleh individu atau kelompok sesial sebagai pedoman dalam belajar. Perwujudan budaya belajar yang abstark berada dalam sistem gagasan atau ide yang bersifat abstrak akan tetapi beroperasi. Perwujudan   budaya belajar yang diperlihatkan secara konkrit berupa:
  1. Dalam perilaku belajar.
  2. Dalam ungkapan bahasa dalam belajar
  3. Hasil belajar berupa material.
Budaya belajar dalam bentuk perilaku tampak dalam interaksi sosial. Perilaku belajar individu atau kelompok yang berlatar belakang status sosial tertentu mencerminkan pola budaya belajarnya. Perwujudan perilaku belajar individu atau kelompok sosial dapat juga dilihat dari kondisi resmi dan tidak resmi juga. Perbedaan kondisi mencerminkan adanya nilai, norma dan aturan yang berbeda.

Bahasa adalah salah satu perwujudan budaya belajar secara kongkrit pada individu atau kelompok sosial. Kekurangan dalam menggunakan bahasa sedikit banyak akan menghambat percepatan dalam merealisasikan dan mengembangkan budaya belajar. Penguasaan bahasa ilmu pengetahuan dari berbagai bangsa lain mungkin akan memperkuat dan mengembangkan budaya belajar seseorang atau kelompok sosial.
Hasil belajar berupa material menjadikan perwujudan konkret dari sistem budaya belajar individu atau kelompok sosial. Hasil belajar tidak saja berbentuk benda melainkan keterampilan yang mengarahkan pada keterampilan hidup (life skill).

sumber : http://www.imadiklus.com/2012/04/kajian-antropologi-teknologi-pendidikan-kasus-
                transmisi-budaya-belajar.html
                http://indaharga.blogspot.com/2012/10/transmisi-budaya-dan-biologis-serta.html  
                http://arman-gabung.blogspot.com/2012/10/transmisi-budaya-dan-biologis-serta.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar