TRANSMISI BUDAYA
Awal Perkembangan dan Pengasuhan
Transmisi budaya dapat terjadi sesuai dengan awal pengembangan dan
pengasuhan yang terjadi pada masing-masing individu. Dimana proses
seperti enkulturasi, sosialisasi ataupun akulturasi yang mempengaruhi
perkembangan psikologis individu tergantung bagaimana individu mendapat
pengasuhan dan bagaimana lingkungan yang diterimanya.
Bentuk – bentuk Transmisi Budaya
1. Enkulturasi
adalah Proses penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada
generasi berikutnya selama hidup seseorang individu dimulai dari
insttitusi keluarga terutama tokoh ibu.
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya)
ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita
mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui
proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah,
lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru utama
dibidang kultur.
2. Akulturasi
Akulturasi
adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
sehingga unsur-unsur kebudayan asing itu lambat laun dapat diterima dan diolah
ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnnya kebudayaan itu
sendiri. pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang
cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses
akulturasi. sebaliknya generasi tua dianggap sebagai orang-orang kolot yang
sukar menerima unsur baru. hal ini disebabkan karena norma-norama yang
tradisional sudah mendarah daging dan menjiwai. suatu masyarakat yang terkena
proses akulturasi selalu adakelomok individu-individu yang sukar sekali atau
bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi .
proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi antara
unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri.
3. Sosialisasi
Sosialisasi proses
penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi
ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Menurut
Charles H Cooley menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Konsep Diri
seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang
kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan
sebagai berikut.
1.
Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seseorang
merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena
sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2.
Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Seseorang
membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu
memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari
perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan
dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada
orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin
merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada
apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh
informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3.
Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan
adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga
dan penuh percaya diri.
Budaya
Budaya sebagai jejak laku manusia, yang
diperoleh melalui hasil pembelajaran lengkap dengan unsur bahasa yang
menjadi landasannya, sangat terikat dengan apa yang kita namakan
ruang-waktu. Dalam ruang, budaya menjelma tradisi. Diikuti oleh
turunannya yang kemudian masuk pada wilayah normatif dan relatif.
Budaya yang sarat dengan tatanan norma kemasyarakatan, meski terkena
hukum etiket. Relatif adanya. Karena hampir di setiap kebudayaan
manusia, terdapat patokan yang berbeda untuk menjustifikasi sebuah
tindakan budaya apakah beretika atau tidak.
Budaya nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,
aturan-aturan dan norma-norma yang melingkupi suatu kelompok masyarakat
akan mempengaruhi sikap dan tindakan individu dalam masyarakat tersebut.
Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa hal
yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan menimbulkan
sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap
individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka
sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam. Misalnya dalam suatu
masyarakat ada aturan mengenai bagaimana melakukan pernikahan sehingga
laki-laki dan perempuan dapat disahkan sebagai suami istri. Ketika
anggota masyarakat akan menikah, maka proses yang dilalui oleh anggota
masyarakat itu akan cenderung sama dengan anggota masyarakat yang
lainnya.
Setiap kelompok masyarakat tertentu akan
mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani kehidupannya dengan
sekelompok masyarakat yang lainnya. Cara-cara menjalani kehidupan
sekelompok masyarakat dapat didefinisikan sebagai budaya masyarakat
tersebut. Satu definisi klasik mengenai budaya adalah sebagai berikut:
“budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan
secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari
masyarakat tertentu (Wallendorf & Reilly dalam Mowen: 1995)”.
Definisi di atas menunjukkan bahwa budaya
merupakan cara menjalani hidup dari suatu masyarakat yang
ditransmisikan pada anggota masyarakatnya dari generasi ke generasi
berikutnya. Proses transmisi dari generasi ke generasi tersebut dalam
perjalanannya mengalami berbagai proses distorsi dan penetrasi budaya
lain. Hal ini dimungkinkan karena informasi dan mobilitas anggota suatu
masyarakat dengan anggota masyarakat yang lainnya mengalir tanpa
hambatan.
Interaksi antar anggota masyarakat
yang berbeda latar belakang budayanya semakin intens. Oleh karena itu,
dalam proses transmisi budaya dari generasi ke generasi, proses adaptasi
budaya lain sangat dimungkinkan. Misalnya proses difusi budaya populer
di Indonesia terjadi sepanjang waktu. Kita bisa melihat bagaimana
remaja-remaja di Indonesia meniru dan menjalani budaya populer dari
negara-negara Barat, sehingga budaya Indonesia sudah tidak lagi
dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku. Proses seperti inilah
yang disebut bahwa budaya mengalami adaptasi dan penetrasi budaya lain.
Dalam hal-hal tertentu adaptasi budaya membawa kebaikan, tetapi di sisi
lain proses adaptasi budaya luar menunjukkan adanya rasa tidak percaya
diri dari anggota masyarakat terhadap budaya sendiri.
Agar budaya terus berkembang, proses
adaptasi seperti dijelaskan di atas terus perlu dilakukan. Paradigma
yang berkembang adalah bahwa budaya itu dinamis dan dapat merupakan
hasil proses belajar, sehingga budaya suatu masyarakat tidak hadir
dengan sendirinya. Proses belajar dan mempelajari budaya sendiri dalam
suatu masyarakat disebut enkulturasi (enculturati). Enkulturasi
menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti
perkembangan zaman. Sebaliknya sebuah masyarakat yang cenderung sulit
menerima hal-hal baru dalam masyarakat dan cenderung mempertahankan
budaya lama yang sudah tidak relevan lagi disebut sebagai akulturasi.
Budaya yang ada dalam sekelompok
masyarakat merupakan seperangkat aturan dan cara-cara hidup. Dengan
adanya aturan dan cara hidup/ anggota dituntun untuk menjalani kehidupan
yang serasi. Masyarakat diperkenalkan pada adanya baik-buruk,
benar-salah dan adanya harapan-harapan hidup. Dengan aturan seperti itu
orang akan mempunyai pijakan bersikap dan bertindak. Jika tindakan yang
dilakukan memenuhi aturan yang telah digariskan, maka akan timbul
perasaan puas di dirinya dalam menjalani kehidupan. Rasa bahagia akan
juga dirasakan oleh anggota masyarakat jika dia mampu memenuhi
persyaratan-persyaratan sosialnya. Orang akan sangat bahagia jika mampu
bertindak baik menurut aturan budayanya. Oleh karena itu, budaya
merupakan sarana untuk memuaskan kebutuhan anggota masyarakatnya.
Proses Pembudayaan
Proses pembudayaan terjadi dalam bentuk
pewarisan tradisi budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya dan
adopsi tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui budaya tersebut
sebelumnya. Pewarisan tradisi budaya dikenal sebagai proses enkulturasi
sedangkan adopsi tradisi budaya dikenal sebagai proses akulturasi. Kedua
proses tersebut berujung pada pembentukan budaya dalam suatu komunitas.
Proses pembudayaan enkulturasi biasanya terjadi secara informal dalam
keluarga, komunitas budaya suatu suku, atau budaya suatu wilayah.
Proses pembudayaan enkulturasi dilakukan
oleh orang tua atau orang yang dianggap lebih muda. Tata krama, adat
istiadat, keterampilan suatu suku/keluarga biasanya diturunkan kepada
generasi berikutnya melalui proses enkulturasi. Dalam proses ini,
seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta
sikapnya dengan adat-istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan
yang hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi sudah dimulai sejak
kecil, awalnya dari orang dalam lingkungan keluarga lalu dari
teman-teman bermain.
Sementara itu, proses akulturasi biasanya
terjadi secara formal melalui pendidikan seseorang yang tidak tahu,
diberi tahu dan disadarkan akan keberadaan suatu budaya, dan kemudian
orang tersebut mengadopsi budaya tersebut; misalnya seseorang yang baru
pindah ke tempat baru, maka ia akan mempelajari bahasa, budaya, dan
kebiasaan dari masyarakat ditempat baru tersebut, lalu ia akan berbahasa
dan berbudaya, serta melakukan kebiasaan sebagaimana masyarakat itu.
Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pendidikan juga dipandang
sebagai alat untuk perubahan budaya. Proses pembelajaran di sekolah
merupakan proses pembudayaan yang formal (proses akulturasi). Proses
akulturasi bukan semata-mata transmisi budaya dan adopsi budaya tetapi
juga perubahan budaya. Sebagaimana diketahui, pendidkan menyebabkan
terjadinya beragam perubahan dalam bidang sosial, budaya, ekonomi.
politik, dan agama. Namun, pada saat yang bersamaan, pendidikan juga
merupakan alat untuk konservasi budaya-transmisi, adopsi, dan
pelestarian budaya. Mengingat besarnya peran pendidikan dalam proses
akulturasi maka pendidikan menjadi sarana utama pengenalan budaya baru
yang kemudian akan diadopsi oleh sekelompok siswa dan kemudian
dikembangkan serta dilestarikan. Budaya baru tersebut sangat beragam,
mulai dari budaya yang dibawa oleh masing-masing peserta didik dan
masing-masing bidang ilmu yang berasal bukan dari budaya setempat,
budaya guru yang mengajar, budaya sekolah, dan lain-lain.
Berikut ini adalah beberapa sifat-sifat budaya belajar, yaitu:
- Budaya belajar dimiliki bersama. Sifat budaya belajar yang
melekat dalam kebudayaan diciptakan oleh kelompok manusia secara
bersama. Kerana terlahir dari potensi yang dimilki manusia, maka budaya
belajar kelompok itu merupakan suatu karya yang dimilki bersama.
Bermacam-macam jenis kebudayaan tergantung dari pengkategorianya.
Seorang individu akan menjadi pendukung budaya belajar yang bersumber
dari latar belakang etnis, sekaligus menjadi pendukung budaya belajar
masyarakat yang didiaminya.
- Budaya belajar cenderung bertahan dan berubah. Karena
dimiliki bersama, maka kebudayaan cenderung akan dipertahankan bersama
(masyarakat tertutup/statis).namun disisi yang lain karena hasil
kesepakatan untuk diciptakan dan dimiliki bersama, maka kebudayaan akan
dirubah jika terdapat kesepakatan untuk melakukannya secara bersamaan
(masyarakat terbuka/dinamis). Sifat bertahan dan berubah saling
berjelintangan tergantung dari kesepakatan dan kebutuhan masyarakat yang
bersangkutan. Dalam kenyataannya tidak ada suatu kebudayaan masyarakat
dunia yang selamanya bertahan atau tutup atau selamanya terbuka atau
berubah. Umumnya budaya belajar capat atau lambat mengalami perubahan
selain pertahanan, namun yang harus dicatat adalah adanya perbedaan pada
level individu atau kelompok sosial dalam lamanya bertahan atau
cepatnya berubah. Pada batas-batas tertentu jenis budaya akan
mencerminkan dalam sifat budaya belajar yang cenderung terbuka ataupun
sebaliknya yaitu cenderung tertutup. Sifat budaya belajar terwujud dalam
bentuk terbuka atau tertutup dipengaruhi oleh materi pembelajaran apa
yang dipandang penting. Materi belajar yang tidak relevan dan dibutuhkan
memungkinkan akan tidak mengembangkan budaya belajar terbuka demikian
sebaliknya.
- Fungsi budaya belajar untuk pemenuhan kebutuhan manusia.
Kebudayaan diciptakan bersama dan dikembangkan bersama karena dipercayai
akan berdaya guna untuk keperluan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
secara individu maupun kolektif. Demikian dengan budaya belajar yang
diciptakan dan dikembangkan oleh manusia dengan maksud sebagai sarana
bagi pencapaian tujuan hidupnya. Yakni memenuhi kebutuhan hidup pada
hari dan masa yang akan datang. Ada tiga dasar kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh manusia bengan budaya belajarnya, yakni :
- Syarat dasar alamiah yakni syarat pemenuhan kebutuhan biologis.
- Syarat kejiwaan atau psikologis yakni syarat kebutuhan untuk sehat secara kejiwaan.
- Kebutuhan dasar sosial yakni kebutuhan untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan sesama manusia.
- Budaya belajar diperoleh melalui proses belajar. Budaya
belajar bukanlah sesuatu yang diturunkan secara genetik yang bersifat
herediter, melainkan dihasilkan melalui proses belajar oleh individu
kelompok sosial dilingkunganya. budaya belajar adalah produk ciptaan
manusia yang bersifat khas yang dibentuk melalui lingkungan budaya.
Faktor yang menentukan dalam mempelajari kebudayaan belajar adalah lewat
komunikasi dengan simbol bahasa. Bagaimanpun sederhanannya suatu
kebudayaan masyarakat, individu atau kelompok sosial pendukungnya masih
bisa berkomunikasi dengan bahasa ciptaannya. Semakin maju suatu budaya
belajar, maka struktur komunikasi berbahasa memperlihatkan
kompleksitasnya. Dalam budaya belajar, peranan bahsa menjadi alat yang
kehadirannya sangat diperlukan dalam pewarisan budaya.
Wujud budaya belajar dalam kehidupan dapat dilihat pada dua kategori bentuk. Pertama, perwujudan budaya belajar yang bersifat abstrak. Kedua,
perwujudan budaya yang bersifat kongkrit. Perwujudan budaya yang
bersifat abstrak adalah konsekuensi dari cara pandang budaya belajar
sebagai sistem pengetahuan yang diyakini oleh individu atau kelompok
sesial sebagai pedoman dalam belajar. Perwujudan budaya belajar yang
abstark berada dalam sistem gagasan atau ide yang bersifat abstrak akan
tetapi beroperasi. Perwujudan budaya belajar yang diperlihatkan secara
konkrit berupa:
- Dalam perilaku belajar.
- Dalam ungkapan bahasa dalam belajar
- Hasil belajar berupa material.
Budaya belajar dalam bentuk perilaku
tampak dalam interaksi sosial. Perilaku belajar individu atau kelompok
yang berlatar belakang status sosial tertentu mencerminkan pola budaya
belajarnya. Perwujudan perilaku belajar individu atau kelompok sosial
dapat juga dilihat dari kondisi resmi dan tidak resmi juga. Perbedaan
kondisi mencerminkan adanya nilai, norma dan aturan yang berbeda.
Bahasa adalah salah satu perwujudan
budaya belajar secara kongkrit pada individu atau kelompok sosial.
Kekurangan dalam menggunakan bahasa sedikit banyak akan menghambat
percepatan dalam merealisasikan dan mengembangkan budaya belajar.
Penguasaan bahasa ilmu pengetahuan dari berbagai bangsa lain mungkin
akan memperkuat dan mengembangkan budaya belajar seseorang atau kelompok
sosial.
Hasil belajar berupa material menjadikan
perwujudan konkret dari sistem budaya belajar individu atau kelompok
sosial. Hasil belajar tidak saja berbentuk benda melainkan keterampilan
yang mengarahkan pada keterampilan hidup (life skill).
sumber : http://www.imadiklus.com/2012/04/kajian-antropologi-teknologi-pendidikan-kasus-
transmisi-budaya-belajar.html
http://indaharga.blogspot.com/2012/10/transmisi-budaya-dan-biologis-serta.html
http://arman-gabung.blogspot.com/2012/10/transmisi-budaya-dan-biologis-serta.html